THE TIME WITH NO NAME, THE SELF WITH NO NAME

Monday, August 01, 2005

Aku berusaha mengusir penat dan badai otak di kepalaku dengan mengaduk kopi di cangkir gemukku berpuluh-puluh kali. berharap semua rasa suntuk ini bisa ikut larut didalamnya, dan berharap setiap dentingan-dentingan riuh yang kuciptakan mampu mengalihkan pikiranku dari dia.

Layar kotak ajaib bercahaya didepanku kubiarkan menyala tanpa suara. Tidak ada wajah menarik yang kulihat disana. Maka kuputuskan untuk membaca sebuah buku kumpulan cerpen dari pengarang favorit, yang baru saja kubeli, sambil menghisap gulungan nikotin.
Disela-sela dengungan kipas angin yang konstan dan menghipnotis, suara gaduh yang teredam dinding kamar, dan percakapan lamat-lamat dari kamar sebelah, handphone-ku berbunyi. sebuah nomor asing tertera dilayar. Nomor luar kota yang tidak kukenal. Kusapa ragu, lalu terkejut.



Ada getar berdesir yang kunikmati ketika suaranya renyah menyapaku. Suara riang yang menjalar melalui kabel telpon. Dan setiap dengusannya yang tergesa-gesa karna berkejaran dengan waktu dan nominal yang terus bertambah setiap detiknya membuatku bergairah. Ada rindu tak tergapai, ada sentuh yang tak sampai. Masih dengan getir yang sama aku merinduinya, mencumbuinya dalam mimpi-mimpi yang telah kupersiapkan. Menyogok dan bersekongkol dengan morpheus, agar bisa selalu menghadirkan dia dalam mimpi tidur singkatku setiap malamnya.

"Uangku hanya lima ribu, waktu kita sedikit, berceritalah!"

Saat itu juga, aku sangat ingin menjadi serakah. dalam pembicaraan selama satu menit lima puluh satu detik itu aku tidak ingin bercerita. aku cuma ingin mendengar segalanya tentang dia. tentang apa saja yang terjadi padanya sejak terakhir kali kami bertemu, apa saja yang dia kerjakan, apakah dia memikirkanku, aku ingin mendengar tentang kota yang dicintainya, tentang laut yang basah, tentang percintaan dan persetubuhannya dengan kekasihnya disana, tentang rencana-rencana, tentang pertemuan-pertemuan selanjutnya, dan tentang sebuah kepastian.
Betapa aku sangat mengutuk perusahaan telpon karna telah memberi harga yang begitu mahal pada sebuah pembicaraan singkat yang begitu padat dengan resah.

Masihkah ?? Masihkah meraba-raba rasa dan bermain-main dengan waktu ?? Cukup satu kata,sayang. kirimi aku kepastian itu dan aku akan segera terbang menemuimu. Karena setiap wanita yang jatuh cinta memiliki sepasang sayap dipunggungnya. sayap dipunggungku ini telah tumbuh sejak 3 tahun yang lalu. Sudah waktunya untukku mengepakkannya ...

2 Tamparan Penuh Cinta:

Anonymous Anonymous Bilang...

terkutuklah waktu dan juga jarak. sesuatu yang bergerak sekadar dengan memetakan letak.

terbanglah!
walau sayap kita terkadang bisa juga patah.

9:46 AM  
Blogger batasnalar Bilang...

Kendalikan sayapmu sayang. Jangan nanti lelah lalu tak mau berkepak lagi. Jangan patah dan tak bisa tumbuh lagi. Jangan jatuh dan mati.

5:02 PM  

Post a Comment

<< Home